Isi Perjanjian Roem Royen - Akhirnya titik terperinci dalam sengketa penyelesaian konflik antara pihak Indonesia-Belanda terlihat. Hal ini dikarenakan kedua belah pihak bersedia untuk maju ke meja perundingan. Keberhasilan membawa problem Indonesia-Belanda ke meja negosiasi tidak terlepas dari inisiatif komisi PBB untuk Indonesia. Pada tanggal April 4 April 1949 dilaksanakan negosiasi di Jakarta di bawah pimpinan Merle Cochran, anggota komisi dari Amerika serikat. Delegasi Republik Indonesia dipimpin oleh Mr. Mohammad Roem.
Dalam perundingan Roem Royen, pihak Republik Indonesia tetap berpendirian bahwa pengembalian pemerintahan Republik Indonesia ke Yogyakarta merupakan kunci pembuka untuk negosiasi selanjutnya. Sebaliknya, pihak Belanda menuntut penghentian perang gerilya oleh Republik Indonesia. Akhirnya, pada tanggal 7 Mei 1949 berhasil dicapai persetujuan antara pihak Belanda dengan pihak Indonesia. Kemudian disepakati kesanggupan kedua belah pihak untuk melaksanakan Resolusi Dewan Keamanan PBB tertanggal 28 Januari 1949 dan persetujuan pada tanggal 23 Maret 1949. Pernyataan pemerintah Republik Indonesia dibacakan oleh Ketua Delegasi Indonesia Mr. Mohammad Roem yang berisi antara lain sebagai berikut.
- Pemerintah Republik Indonesia akan mengeluarkan perintah penghentian perang gerilya.
- Kedua belah pihak bekerja sama dalam hai mengembalikan perdamaian dan menjaga keamanan serta ketertiban.
- Belanda turut serta dalam Konferensi Meja Bundar (KMB) yang bertujuan mempercepat penyerahan kedaulatan lengkap dan tidak bersyarat kepada negara Republik Indonesia Serikat.
Pernyataan Delegasi Belanda dibacakan oleh Dr. J.H. van Royen, yang berisi antara lain sebagai berikut.
- Pemerintah Belanda menyetujui bahwa pemerintah Republik Indonesia harus bebas dan leluasa melaksanakan kewajiban dalam satu kawasan yang mencakup Karesidenan Yogyakarta.
- Pemerintah Belanda membebaskan secara tidak bersyarat para pemimpin Republik Indonesia dan tahanan politik yang ditawan semenjak tanggal 19 Desember 1948.
- Pemerintah Belanda menyetujui bahwa Republik Indo-nesia akan menjadi bab dari Republik Indonesia Serikat (RIS).
- Konferensi Meja Bundar (KMB) akan diadakan secepatnya di Den Haag setelah pemerintah Republik Indonesia kembali ke Yogyakarta.
Dampak Perjanjian Roem Royen
Dengan tercapainya kesepakatan dalam Perjanjian Roem-Royen maka Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Sumatra memerintahkan Sri Sultan Hamengku Buwono IX untuk mengambil alih pemerintahan di Yogyakarta dari tangan Belanda. Sementara itu, pihak Tentara Nasional Indonesia dengan penuh kecurigaan menyambut hasil persetujuan itu. Namun, Panglima Besar Jenderal Sudirman memperingatkan seluruh komando di bawahnya biar tidak memikirkan masalah-masalah perundingan.Untuk mempertegas amanat Jenderal Sudirman itu, Panglima Tentara dan Teritorium Jawa Kolonel A.H. Nasution memerintahkan biar para komandan lapangan sanggup membedakan gencatan senjata untuk kepentingan politik atau kepentingan militer. Pada umumnya kalangan Tentara Nasional Indonesia tidak mempercayai sepenuhnya hasil-hasil perundingan, alasannya yaitu selalu merugikan usaha bangsa Indonesia. Pada tanggal 22 Juni 1949 diadakan negosiasi segitiga antara Republik Indonesia, Bijeenkomst voor Federaal Overleg (BFO), dan Belanda di bawah pengawasan Komisi PBB yang dipimpin oleh Christchley. Perundingan itu menghasilkan tiga keputusan, yaitu sebagai berikut.
- Pengembalian pemerintahan Republik Indonesia ke Yogyakarta akan dilaksanakan pada tanggal 4 Juni 1949.
- Perintah penghentian perang gerilya akan diberikan setelah pemerintahan Republik Indonesia berada di Yogyakarta pada tanggal 1 Juli 1949.
- Konferensi Meja Bundar (KMB) akan dilaksanakan di Den Haag.